GEMINI (Si Kembar Berlawanan): Sebuah Pertempuran Dua Pribadi

Wahai teman, saudara, pasangan, & keluargaku…
Pernahkah kau merasa saat kau dihadapkan dengan dua pilihan?
Saat kau berdiri di antara gelapnya malam dan benderangnya mentari?
Ketika malaikat dan iblis melebur, tak bisa lagi dibedakan.
Saat kau memelihara sebuah sosok yang menghuni ragamu.
Dia bagaikan pisau bermata dua, menjanjikan ‘kekuatan’ dan ketegaran ketika kau menghadapi masalah, tapi juga semakin sulit kau kendalikan ketika kau menguburnya dalam-dalam dan seketika membiarkannya memberontak, mencoba bangkit.

Dia seperti saudara kembarmu tapi kepribadiannya sama sekali berbeda denganmu. Dia adalah kebalikan dari karakter dirimu. Seperti putih dan hitam, siang dan malam, matahari dan bulan… saling beradu tetapi saling mengisi dan melengkapi.

Dia sangat nyata dan kau bisa merasakannya menggeliat liar dalam dirimu, perlahan menggerogoti jiwamu tapi menguatkan ragamu. Meracuni fikiranmu, namun membentuk karakter tangguhmu. Mengabaikan nuranimu namun menajamkan insting dan inderamu.

Lingkungan liar yang menciptakannya, beban hidup yang melahirkannya, akumulasi sakit hati membesarkannya, namun dirimu yang bersedia memeliharanya. Awalnya kau mengira mampu mengendalikannya, namun terkadang tanpa kau sadari, dialah majikanmu. Perlahan-lahan menggiringmu mengikuti keinginan liarnya. Begitu membuaikan, begitu nikmat, begitu sensual… sangat menggairahkan. Hingga kau ‘rela’ diperbudak oleh nafsu dan ambisimu, merengkuh surga dunia. Merasa seperti raja di duniamu. Kau mengukuhkan dirimu sebagai pendosa.

Dia menjanjikan kekuatan, hingga kau tak lagi merasakan sakit saat dipukul, terjatuh, tergores, ataupun terbakar. Perih yang timbul dari luka bagaikan sebuah candu yang selalu ingin dirasakan, luka permanen yang timbul seperti hiasan yang indah terukir di kulit. Ribuan kali aku berdarah, namun ribuan kali pula aku menginginkannya. Hatiku menghitam dan tubuhku membiru. Aneh bagimu?  Tidak bagi kami.

Hanya ada satu penawarnya, pelukan dari orang terdekatmu. Halusnya kulitnya membelai rambutmu, hangat lengannya mendekap tubuhmu, bibir mungilnya mencium pipimu, aura lembutnya menenangkanmu. Bagaikan seorang pelatih menjinakkan hewan buas. Bisikan lembutnya perlahan memanggil jiwamu yang telah mengambang ditelan kegelapan. Seketika itu juga engkau terbangun dan tersadar, “Dimana aku, apa yang terjadi?”

Kau merasakan setiap inci tubuhmu meraung merasakan sakit yang luar biasa, terkulai lemas tak berdaya. Rasa mual seketika datang, keringat dingin dan panas, pandangan berkunang. Terkadang engkau merasakan sensasi luar biasa yang membawamu hingga langit paling atas. Candu yang luar biasa.

Pernahkah kau merasakannya, wahai temanku, saudaraku, pasanganku, dan keluargaku?
Apakah kau berfikir aku adalah pribadi yang aneh? Terkadang aku juga begitu, tapi sosok ini… tahukah kau jika dia menertawakanmu saat kau menilai diriku (atau dirinya)? Bukan tertawa senang, sesungguhnya dia mencibir, melecehkanmu, dan memandangmu rendah. Baginya kau tak lebih baik dariku, sekumpulan manusia munafik yang mencoba mempertahankan eksistensi kita di lingkungan kita yang ‘nyaman’. Kita yang selalu berlindung dibalik makna kenormatifan, bertindak dengan penuh perhitungan agar semua hal berjalan bukan hanya seperti yang kita inginkan, tapi juga menjaga  reputasi kita di mata orang lain. Jadi, siapakah yang aneh sebenarnya? Dia ataukah kita? Siapa sesungguhnya mengenakan topeng? Diakah yang berbalut keindahan namun menyimpan potensi menghancurkan? Ataukah diri kita yang penuh kekotoran namun berusaha menutupnya dengan balutan ‘keindahan’?
Siapakah domba dan serigala sebenarnya?


Tahukah kau, wahai temanku, saudaraku, pasanganku, dan keluargaku?
Di satu saat, aku sangat ingin menyingkirkannya dan menjalani sisa hidupku dalam ‘kebaikan’ dan kenormatifan, terbebas dari cengkeraman liarnya. Tapi aku tak bisa karena kini aku menyadari,sosok itu berdiam di dalam ragaku. Bahkan mungkin saat aku tak lagi berada di dunia ini, dia akan berpindah menjadi sosok lain dengan karakter yang sama. Bahkan aku juga memerlukannya dalam situasi tertentu. Dia bisa diandalkan, meski terkadang aku sulit mengendalikannya. Percayalah, bukan pekerjaan yang mudah untuk mengurungnya kembali saat dia mulai terbangun dan memberontak untuk bebas. Dan tahukah kau jika sebenarnya kita semua memendam sosok yang sama, menunggu diri kita untuk membiarkannya lepas?!

Jangan salah, kawan… aku bukanlah dia, tapi dia adalah aku.
Tak mudah menjinakkan sosok seperti ini, aku selalu merasa lapar dan haus yang luar biasa. Aku juga berkeringat lebih banyak. Tapi luka yang kuderita jadi lebih cepat sembuh. Anehkah itu? Atau justru unik? Jangan tanyakan padaku. Aku pun tak mengerti dengan tubuhku.

Jadi, pernahkah kau mengalaminya, wahai kawanku, saudaraku, pasanganku, dan keluargaku?
Jika kau belum pernah merasakannya atau mengenalnya, lalu apa hakmu menilai dirinya? Baginya kita hanyalah makhluk rendahan, penuh dengan kemunafikan dan terpenjara dalam nilai-nilai normatif dan ‘kemapanan’.

Wahai wanita berkulit halus, aku selalu merindukan kehangatan dekapmu. Tahukah kau ‘penderitaan’ yang aku rasakan? Pahamkah kau dengan perjuanganku menjinakkannya? Jika kau tahu, maka tolonglah aku, bebaskan aku dari dirinya. Sebelum aku benar-benar berada dalam kendalinya. Sebelum aku mencandunya. Sebelum aku menjadi dirinya. Jadi, peluklah aku sekali lagi malam ini! Bawalah diriku menggapai langit teratas sekali lagi, berdua saja denganmu, kali ini tanpa dirinya!

Wahai gadis cantik, jantungku masih berdetak. Hatiku terpatri hanya untuk dirimu, jadi selamatkanlah aku!


Gemini



Komentar

Posting Komentar

Setiap bentuk penyalinan (copying) blog ini harus menyertakan link/URL asli dari Blog CECEN CORE.

Postingan populer dari blog ini

Hours: Film Terakhir Paul Walker yang Menginspirasi Ayah; Sebuah Resensi

Takdirmu Tidak Akan Melewatkanmu

Pengalaman Liburan ke Ancol dan Menginap di Discovery Hotel and Convention